Selasa, 30 Juni 2009

“ المسلم من سلم المسلم من يده ولسانه”

“Seorang muslim itu adalah orang muslim yang selamat dari bahaya tangan dan lisannya”
Pada umumnya, seseorang dalam menjalani kehidupan mengalami atau tak lepas dari “kebahagiaan dan kesengsaraan”. Kedua hal tersebut bisa datang dari sang perncipta yakni Allah SWT atau pun datang dari golonganmereka sendiri yakni manusia. Kebahagiaan dan kesengsaraan adalah suatu “Atsar” (Bekas) dari apa yang telah mereka (manusia) lakukan ketika menjalani roda kehidupan. Kalau boleh dicontohkan, seseorang yang telah susah-payah, banting tulang untuk mencari nafkah bagi kelurganya, pada akhihrnya mendapatkan kebahagiaan yang berupa harta yang melimpah ruah. Pun demikian sebalikny, dalam kondisi dan situasi yang serba sulit ini, seseorang hanyalah Ngalor-Ngidul, Ngetan-Ngulan tanpa adanya pandangan hidup (World View) atau tidak mempunyai penetapan misi (Mission Statenment) yang mengakibatkan ia hanya memperoleh satu kata yakni “Kesengsaraan” dalam hidupnya, من اجتهاد نجح, yang artinya, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil. Berakit-rakit dahulu berenang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Mengkin orang-orang sudah melupakan kata-kata Motivasi di atas, mereka lebih senang memimpikan kebahagiaan dalam lamunan.

Hal diatas adalah suatu fenomena kehidupan yang banyak kita saksikan. Diakui atau tidak, pada kenyataannya problema tersebut adalah bagian dari “Track Record” atau catatan perjalanan kita.
Berdasarkan hadits nabi diatas, sebenarnya kebahagiaan atau kesengsaraan yang dialami seseorang bukan semata-mata karena besar-kecilnya usaha mereka atau bahkan faktor kemalasan mereka dalam menapaki kehidupan. Lain dari itu, kedua organ tubuh kita yang bernama “Tangan” dan “Lisan” adalah faktor utama yang menyebabkan kita mendapatkan kebahagiaan ataukah kesengsaraan. Memang benar, kalau kita beranggapan usaha itu kan juga melibatkan tangan dan lisan, akan tetapi, usaha itu tidak hanya sebatas ke-dua organ tubuh saja, melainkan kaki, badan/fisik, telinga, akal-pikiran merupakan hal-hal yang juga dibutuhkan dalam usaha seseorang. Maksud penulis disini, tangan atau lisan adalah faktor yang paling dominant untuk menentukan kebahagian dan kesusahan seseorang.
Dalam deretan cerita Islam, kita mengenal sosok kyai Barseso yang masyhur akan kealimannya, namun, akibat ulahnya karena terkena bujuk-rayu Syaitan, si Kyai Barseso yang konon memiliki ribuan santri yang bisa tersebut, mengeluarkan kata-kata yang menyatkan dirinya keluar agama Islam alias Murtad, Naudzubillad . . . . . . . ., Iblis, Makhluq Allah SWT yang pada mulanya bertempat di surga, lalu diusir oleh Allah lantaran tidak mau menyembah kepada Nabi Adam a.s. dan dengan sombongnya ia mengatakan : أنا خير منه خلقنى من نار وخلقته من طين (الأعراف : ۱۲)
lewat sombongnya juga, si Fir’aun dengan sombongnya mengatakan kepada kaum bani Israil dan nabi Musa a.s. bahwasannya “tidak ada orang/manusia yang melebihi dari kekuatannya, dan yang lebih parah lagi, ia memproklamirkan dirinya sebagai tuhan. Hingga pada akhirnya kecongkaan Fir’aun hanyut bersama gelombang lautan yang sampai merenggut nyawanya. Ketiga kisah di atas adalah gambaran seseorang/makhluq Allah yang terlalu sembrono alias ngawor dalam menggunakan lisannya, hingga Allah SWT murka dan menurunkan adzab baginya. Disisi lain, tak sedikit pula orang-orang yang diberi Allah SWT sebuah kenikmatan dan kebahagiaan lantaran bisa menggunakan lisan dan tangannya kepada hal-hal yang bermanfaat yang Allah SWT. Bagaiman kisah yang dialami sahabat Bilal, meskipun dijemur diatas pasir yang begitu panas serta terik matahari yang begitu menyengat, beliau tetap berpegang teguh pada kalimat : أشهد ان لا اله الا الله واشهد ان محمد رسول الله
tak sedikitpun kata-kata yang keluar dari lisan sahabat Bilal untuk keluar dari agamanya yakni “Dinul Islam”, meskipun nyawa taruhannya. Kisah seorang pelacur yang diampuni seluruh dosanya, bahkan dijanjikan surga oleh Allah SWT lantaran mau menjulurkan tangannya kedalam sumur untuk mengambil air guna memberikannya kepada seekor Anjing yang saat itu kehausan. Bahkan nabi sendiri sampai di klaim sebagai orang yang mempunyai sifat As-Shiddiq karena kata-kata beliau yang tak pernah dusta, apa yang di ucapkan selalu benar. Berangkat dari kisah-kisah inilah, wajar jika nabi mengajarkan pada kita :
قل الحق ولو كان مرا
“Berkatalah yang benar/jujur, meskipun hal itu pahit (sulit untuk di katakan).”
Tumbuhnya sifat sombong, saling hasut, mengadu domba, atau tindakan yang tidak manusiawi seperti perikaian, pembunuhan, dan lain sebagainya, adalah satu bentuk atau wujud dari kesembronoan seseorang dalam menggunakan tangan dan lisannya. Adanya konflik, caci-maki yang berlanjut pada pada pertempuran juga salah satu efek dari “Lisan” yang tidak disetir oleh Ilmu dan Agama. Makanya 4 huruf (L-I-S-A-N), meski kecil tak tak bertulang, ia bisa menjerumuskan seseorang kelubang kehancuran. Ada benarnya para Ulama’ menasihati kita : “diam itu emas”, bahkan juga ada yang mengatakan : “semakin banyak seseorang berbicara, maka kesalahan dari omongannya tersebut juga bisa banyak.”
Lisan dan tangan adalah satu anugrah yang paling besar selain anugrah-anugrah yang telah diberikan kepada kita. Namun, kita jangan berbangga dahulu, apa yang telah dititipkan/diberikan Allah SWT kepada kita merupakan satu amanat yang kelak dipertanyakan di depan “mahkamah tertinggi” yakni pengadilan Allah SWT. Kita diberi sepasang mata, telinga, kaki, dan kedua tangan, hidung dan lain sebagainya, semua akan dipertanyakan kepada Allah SWT. Jika sepasang mata yang kita miliki banyak di gunakan untuk melihat hal-hal yang maksiat, kedua kaki, banyak kita ayunkan untuk melangkah ke tempat-tempat yang tidak di ridlohi Allah, telinga, yang semestinya di gunakan untuk mendengarkan bacaan-bacaan Al-Qur’an, peruah-petuah bijak dari para Ulama’, dan liai sebagainya, ternyata kita menyalahfungsikannya. Begitu seterusnya. Jika itu yang banyak kita perbuat selama hidup, maka Naudzubillah . . . . .! mungkin nerakalah yang pantas kita diami.
Mengaca dari itu semua, maka tidak ada salahnya jika kita kembali memperhatikan sabda nabi yang berbunyi : خسر الناس انفعهم للناس “sebaik-baik manusia adalah yang bisa memberikan menfaat pada manusia lainnya.” Kita harus berusaha untuk selalu berbuat baik, memberikan manfaat dari apa yang kita miliki kepada seserang. Kita mempunyai tangan, maka bantulah mereka yang lagi kesusahan, menulislah Ilmu yang hasilnya/manfaatnya bisa dirasakan orang lain. Kita punya lisan, maka perbanyaklah dzikir kepada Allah, membaca Al-Qur’an, sholawat, serta sampaikanlah ajaran-ajaran agama dengan cara menasihati mereka (saudara muslim) yang masih awam akan ajaran Rasullullah. Kita punya kedua kaki, maka perbanyaklah untuk melangkah ke masjid, majlis-majlis dzikir, dan lain sebagainya. Jika tidak ingin seperti Fir’aun, Barseso, atau senasib dengan Iblis, maka bekalilah “Lisan dan kedua tangan anada dengan Ilmu, bukan dengan Nafsu. [Ibnu-Sundawy]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar