Selasa, 30 Juni 2009

"وانك لعلي خلق عظيم"

“Sesungguhnya benar-benar ada pada diri rosullallah ahklaq yang mulia”

Bila anda seorang sopir, tentunya sepanjang perjalanan anda sudah mengenal serta mentaati peraturan yang ada disepanjang perjalanan tersebut. Hal ini dilakukan, tidak lain supaya ketika anda mengemudi bebas dari pelanggaran dan tentunya mendapatkan keselamatan sampai tujuan. Demikian juga bila pada satu ketika anda ditakdirkan Allah SWT untuk menjadi seorang aparat, semisal ; Polisi, TNI, ABRI, atau BANSER. dalam keseharian anda dituntut untuk mematuhi peraturan yang diberikan oleh sang komandan atau pimpinan anda, lain dari itu, bila anda menginginkan kenaikan pangkat atau gaji, anda harus pandai-pandai dalam bertugas dan meniru kinerja atau semangat para senior anda ketika menjalankan tugas.

Kedua contoh diatas adalah sebuah realita kehidupan yang mengajarkan pada kita, bahwasannya hidup itu memiliki aturan atau etika. Kehidupan tidak bisa diatur sesuai kehendak atau nafsu manusia belaka, dan dalam kesehariannya, seseorang haruslah memiliki figur seorang pemimpin yang bisa menuntun mereka atau minimal orang tersebut mempunyai keinginan untuk meniru orang-orang sukses dalam hal duniawiyah dan ukhrowiyah. Lain dari itu, mereka juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai seorang hamba. Maka dari itu, untuk menjadi seorang hamba yang baik, aturan diatas harus bisa dikerjakan setiap orang dalam menjalani kehidupan.
Sejatinya peraturan dan ketetapan yang telah ditetapkan oleh suatu Negara dan pemegang kekuasaan tertinggi yakni Allah SWT, hanyalah sebuah “kendaraan” yang tentunya membutuhkan seorang sopir yang bisa mengantarkan bahagia dunia-akhirat. Sopir yang dimaksud disini tentunya bukanlah seorang sopir yang banyak kita temui terminal-terminal, melainkan sopir disini adalah seseorang yang bisa menjadi figur serta panutan yang tentunya selalu menagajak pada kebaikan dan berlanjut pada kebahagiaan akhirat.
Berbicara “sopir” yang dimaksud di atas, disini penulis menyamakannya dengan figur seorang pemimpin yang betul-betul menjadai panutan bagi seluruh umat. Dalam jejeran orang-orang terkemuka dan tersohor di dunia Islam, kita mengenal sosok kecerdasan Imam Syafi’I, kejeniusan Imam Ghozali, sikap baktinya Uwais Al-Qorni kepada orang tuanya, maqom tinggi yang dimiliki Syaihk Abdul Qodir Al-Jilani, para pakar hadist seperti: Sahabat Abu Hurairoh, Abu Darda’, Ibnu Mas’ud, ketegasan sahabat Umar bin Khottob, kelembutan sikap sahabat Abu Bakar, dan tentunya yang tak mungkin kita lupakan adalah Khoirul Anbiya’ Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemimpin yang arif, bijaksana, adil, yang sampai sekarang tidak ada yang mampu menandinginya. Merekalah “sopi-sopir” yang patut kita ikuti, yang bisa memberikan kita keselamatan serta kebahagiaan dunia-akhirat.
Kita mungkin masih ingat bagaimana peristiwa “isro’-mi’roj” yang dialami Rosulallah. Dengan pengorbanan yang begitu besar serta melewati berbagai peristiwa, di saat itu pula beliau menangis seraya meminta syafaat atau pertolongan bagi umatnya kepada Allah SWT, dalam do’anya beliau memohon ya Robbi...., ummati....ummati.....ummati (umatku….umatku….umatku), hal demikian itu dilakukan nabi sampai tiga kali dengan posisi sujud yang sangat lama dihadapan rob-nya. Peristiwa lain yang tak kalah hebohnya adalah ketika manusia berbondong-bondong meminta pertolongan kelak ketika di padang mahsyar. Disitu dijelaskan Nabi Adam sebagai “Abu Basyar” (bapaknya manusia), Nabi Ibrohim yang menyandang gelar “Kholilullah” (kekasih Allah), Nabi Musa yang juga mendapatkan gelar “Kalimullah” (nabi yang sering bercakap-cakap dengan Allah), Nabi Isa alaihissalam. Kesemuanya hanya mampu mengatakan nafsi…nafsi…nafsi…, saat dimintai pertolongan. Sedangkan Nabi Muhammad SAW sebagai Khoirul Anbiya’ saat itu mampu meredam kegelisahan dan ketakutan manusia dengan memberikan pertolongan kepada mereka.
Dengan jiwa kebesaran, serta sifat terpuji yang dimiliki Rosullallah SAW, pantas jika beliau ditempatkan di posisi teratas dalam buku yang berjudul “100 tokoh berpengaruh di dunia”. Jika dilihat dari sisi historisnya, Nabi Muhammad memiliki jutaan bahkan trilliunan umat di berbagai belahan dunia. Diakui atau tidak, jumlah umat terbanyak di seluruh dunia ini masih dipegang agama Islam. Satu pertanyaan besar muncul dari kita, mengapa sampai sekarang agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad terus menunjukkan keksisannya? Jawabannya adalah, kita telah diperkenalkan sejarah, bagaimana estafet kepemimpinan Islam kala dipegang nabi, dengan berbagai kelebihan yang dimiliki Nabi Muhammad SAW, membuat Islam pada akhirnya tampil sebagai agama yang kuat serta ditakuti oleh musuh-musuhnya. Beliau mampu mengubah kondisi kehidupan penduduk arab yang saat itu terkenal dengan perilaku jahiliyahnya, hingga pada akhirnya, mereka (penduduk arab) memiliki pola pikir (mindset) yang maju, serta pandangan hidup (world view) yang baik. Memang beliau sudah ratusan tahun meninggalkan kita, akan tetapi semua kebaikan mulai dari ahklaknya, ihwal atau perilaku, serta tutur sapanya yang begitu lembut, masih menjadi contoh paling terbaik yang diikuti oleh kaum muslimin.

Sebagai umat Islam dan mengaku bahwasanya kita golongan ahlu sunnah wal jama’ah, sudah sepantasnya semua perbuatan atau ihwal kita merujuk pada apa yang pernah di lakukan oleh nabi Muhammad SAW. Sifat lembut, sopan santun, sabar, tegas, serta, akhlaqnya yang terpuji harus semaksimal mungkin kita tanamkan dalam diri kita. Minimal diri kita bisa meniru “secuil” akhlaq yang dimiliki Rasullullah SAW. Dalam pepatah arab kita diingatkan:

الأخلاق فوق العلم . . . .
Yang artinya:
“Akhlaq itu kedudukannya di atas ilmu”
Seseorang menjalani kehidupan tanpa adanya etika atau moral yang baik, maka sulit baginya untuk mendapatkan kemuliaan dari masyarakat serta derajat tinggi di sisi Allah SWT. Imam Syafi’I, Imam Ghozali, Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani sampai Kyai Hasyim As’ari, adalah orang-orang hebat yang sudah nggak asing lagi bagi kita selain keilmuanya yang begitu tinggi, disisi lain juga tak kalah pentingnya, beliau-beliau juga memiliki akhlaq yang begitu mulia di mata masyarakat dan tentunya di hadapan Allah SWT. Mereka adalah sederetan orang yang mampu atau bisa meng-copy akhlaq Rasullullah dalam realitas kehidupan. Meskipun tidak sampai 100 persen, setidaknya mereka adalah orang-orang yang patut di banggakan dan pantas mendapatkan syafa’at dari nabi agung Muhammad SAW.

Kehidupan ini adalah diibaratkan seperti halnya gema yang bisa memantulkan suara. Tatkala ada seseorang yang berteriak dengan suara lantang di tengah lapangan atau ruangan kosong, seketika itu ia akan mendapatkan balasan suara sama seperti apa yang ia katakan. Bila ia berkata “aku akan berbuat baik . . . . . ., maka spontan ia juga mendengarkan suara persis seperti yang di ucapkan tadi, demikian juga sebaliknya. Ibarat diatas adalah satu kenyataan yang riil yang selalu kita jumpai dalam kehidupan. Bilamana kita berbuat baik, maka kita juga di perlakukan baik. Bila berkelakuan jelek, maka pantas jika kita juga di perlakukan jelek. Jika melihat realitas seperti di atas, sebagai manusia dibekali akal pikiran, tentunya kita tau apa yang harus kita perbuat. Semua orang pasti senang jika di perlakukan baik layaknya Rasullullah yang di perlakukan baik pula oleh para pengikutnya bahkan para malaikat, alam beserta isinya. Pun demikian, kita marah apabila ada seseorang yang memperlakukan jelek, sebagaimana Allah melaknat Fir’aun, Qorun, Namrud, dan lain sebagainya. Maka dari itu, kita harus senantiasa berkelakuan baik kepada siapapun dan di manapun kita berada. Adapun kelakuan baik itu sendiri bisa kita cari dari orang baik dengan cara meniru tingkah lakunya. Setelah itu, baru kita mencoba merealisasikan dalam kehidupan.[Ibnu-Sundawy]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar